Dadiyo Gurune Jagad


Guru menjadi salah satu faktor keberhasilan dalam proses pembelajaran sebab guru/dosen dan mahasiswa yang bisa memperbaiki proses pendidikan (Chickering & Gamson, 1987). Setiap dari kita pasti ingin menjadi guru/dosen yang baik, lantas bagaimana cara menjadi guru / dosen yang baik? Saya sengaja memilih judul: Dadiyo Gurune Jagad (baca: Jadilah Guru Dunia), sekaligus sebagai filosofi pengajaran yang saya lakukan. Mengapa? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tadi akan saya uraikan berikut.

Menjadi guru/dosen yang baik harus mempunyai dua kemampuan (Wikihow, 2014) yaitu managemen kelas dan perencanaan pelajaran. Kemampuan dalam mengatur kelas akan nampak dari (1) berusaha untuk memberikan yang terbaik, artinya bahwa seorang guru/dosen dituntut untuk tampil prima dan meyakinkan di depan kelas; (2) memiliki aturan yang jelas, artinya guru harus membuat aturan yang disepakati bersama selama pelajaran berlangsung; (3) mempunyai sifat belas kasih, aturan boleh ditegakkan namun kadang harus melihat situasi dan kondisi yang terajdi pada siswa; (4) mampu menciptakan lingkungan belajar yang kreatif; (5) selalu menjaga kenyamanan selama belajar; (6) menjaga agar siswa tidak jatuh mental ketika menghadapi permasalahan pelajaran. Perencanaan pelajaran yang baik dimulai dari (1) menentukan tujuan yang hendak dicapai dari pelajaran yang diberikan; (2) memperhatikan tiga komponen selama pembelajaran adalah diawali dengan perkuliahan, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkolaborasi atau berdiskusi dalam mengajukan pertanyaan dan memecahkan masalah, serta diakhiri dengan siswa menyajikan hasil pekerjaaannya sebagai bentuk apresiasi guru terhadap siswa; (3) memberikan tugas atau pekerjaan rumah; (4) mengadakan quiz; (5) menggunakan studi kasus atau masalah riil untuk memperdalam pemahaman terhadap pelajaran yang diberikan.

Suasana hati seorang guru dan tugas kesehariannya sebagai pendidik adalah hal yang disebut sebagai ‘perencanaan’ (Sampurno, 2011). Guru/dosen yang merencanakan pembelajarannya dengan baik. akan mempunyai ciri-ciri (1) Sudah ada di kelas sebelum kelas dimulai; (2) Tidak sekedar membawa ‘dirinya’ saja, tapi juga tampil dengan bahan dan sumber belajar; (3) mendorong suasana pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan melalui pembelajaran kelompok sehingga memungkinkan siswa untuk mengajukan pertanyaan atau memecahkan masalah; (4) membawa suasana kelas “turun-naik”, tidak sunyi tetapi juga tidak terlalu meriah, siswa diajak untuk berdiskusi, berkompetisi kecil, mengerjakan tugas dan quis yang menyenangkan.

Pengalaman menunjukkan bahwa keberagaman kemampuan siswa menjadi salah satu kendala untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi pembelajaran yang diterapkan kadang cocok terhadap sekelompok siswa namun tidak untuk kelompok yang lain. Suatu dilema, ketika seorang guru/dosen harus mengajarkan dengan berbagai strategi pembelajaran pada kelas yang sama dan pada saat yang sama. Pemisahaan kelompok mahasiswa berdasarkan kemampuan telah dilakukan namun waktulah yang menjadi faktor penghambat untuk bisa menyelesaikan seluruh pokok bahasan yang ada. Ada suatu cara atau strategi yang bisa dilakukan oleh seorang guru/ dosen agar tujuan pembejalaran tercapai. Dalam pembelajaran, siswa tidak hanya sekedar mendengarkan tetapi harus membaca, menulis, dan berdiskusi atau dilibatkan dalam pemecahan masalah (Bonwell & Eison, 1991). Belajar akan mendapatkan hasil yang lebih baik manakala distimulus dengan diskusi atau ada interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Inilah yang dinamakan active learning (Chickering & Gamson, 1987).

Mungkin kita telah pernah membaca dan memahami maksud dari Credo Active Learning (Silberman, 2012) berikut.

What I hear, I forget.

What I hear and see, I remember a little.

What I hear, see, and ask questions about or discuss with someone else, I begin to understand.

What I hear, see, discuss, and do, I acquire knowledge and skill.

What I teach to another, I master.

Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya dengar dan lihat, saya mengingat sedikit. Apa yang saya dengar, lihat, dan ajukan pertanyaan atau berdiskusi dengan orang lain, saya mulai mengerti. Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan. Apa yang saya ajarkan ke orang lain, saya menguasai. Sangat beralasan mengapa kebanyakan orang lupa terhadap apa yang didengarnya. Dalam pengajaran, seorang dosen/guru dapat mengucapkan 100 – 200 kata per menit, sementara siswa hanya dapat menangkap 50 – 100 kata bila dilakukan dengan cermat. Proses belajar berlangsung dalam sistem kognisi manusia (Tobias & Duffy, 2009) yang terdiri dari tiga penyimpanan memori (memory sensory, short term memory dan long term memory) dan tiga proses kognisi (selecting, organizing dan integrating). Kemampuan otak kita berfungsi seperti tape recorder, tidak hanya sekedar menerima informasi tetapi harus bisa memproses informasi tersebut dan mengungkapkan kembali. Informasi yang diterima akan ditangkap oleh memory sensory (Wikipedia, 2014b) untuk dipilih dalam short term memory (Wikipedia, 2014c) dan selanjutnya diproses dalam long term memory (Wikipedia, 2014a). Bila siswa berdiskusi dengan orang lain dan diminta untuk mengajukan pertanyaan tentang informasi tersebut maka otak akan berkerja dengan lebih baik (Silberman, 2012). Jika siswa dapat melakukan sesuatu (do something) terhadap informasi tersebut maka siswa akan mendapatkan umpan balik tentang bagaimana memahami informasi tersebut. Ketika siswa sampai pada kemampuan berbagi ilmu dengan siswa lain maka siswa telah mencapai real learning. Real learning dapat terjadi manakala ada kesempatan untuk berdiskusi, mengajukan pertanyaan, melakukan, dan mungkin mengajarkan pada orang lain.

Sampailah pada kesimpulan saya sebagai berikut. Apapun yang kita ajarkan dan siapapun yang kita ajari, dengan berbagai latar belakang kemampuan, tingkat sosial ekonomi, gender, ras, dan asal daerah yang berbeda, ketika anak didik / siswa telah mampu mengajarkan pada orang lain maka bisa dikatakan bahwa kita telah menjadi seorang guru yang baik. Keberhasilan seseorang menjadi seorang guru yang baik dapat dicapai ketika anak didiknya telah bisa menjadi guru buat orang lain  di sekitarnya. Sudah semestinya, tanpa berkeluh kesah dengan kondisi yang ada, kita harus bisa menjadi gurune jagad.

 

Daftar Pustaka

 

Bonwell, C. C., & Eison, J. A. (1991). Active Learning : Creating Excitement in the Classroom . Eric Digests.

Chickering, A. W., & Gamson, Z. F. (1987). Seven Principles of Good Practice in Undergraduate education. AAHE Bulletin, (March), 1–6.

Sampurno, A. (2011). 10 Ciri Guru yang Matang dalam Merencanakan Pembelajarannya. Retrieved May 19, 2014, from http://gurukreatif.wordpress.com/2011/03/02/10-ciri-guru-yang-matang-dalam-merencanakan-pembelajarannya/

Silberman, M. (2012). Active Learning , Reflection and Performance. Retrieved April 15, 2013, from http://performancemanagementcompanyblog.com/tag/mel-silberman/

Tobias, S., & Duffy, T. M. (2009). Constructivist Instruction: Success or Failure? (First.). New York: Routledge.

Wikihow. (2014). How to Be a Good Teacher. wikihow.com. Retrieved May 19, 2014, from http://www.wikihow.com/Be-a-Good-Teacher

Wikipedia. (2014a). Long Term Memory. Retrieved March 04, 2014, from http://en.wikipedia.org/wiki/Long-term_memory#Semantic_Memory

Wikipedia. (2014b). Sensory Memory. Retrieved March 04, 2014, from http://en.wikipedia.org/wiki/Sensory_memory

Wikipedia. (2014c). Short Term Memory. Retrieved March 04, 2014, from http://en.wikipedia.org/wiki/Short-term_memory#Capacity_of_short-term_memory


Leave a Reply